Urat Tunggang Pantjasila - Buya Hamka
Stok Habis
Rp 0
Ukuran: 15 x 23 cm
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 38 hlm
Sampul: ArtPaper/Kinstruk 230 gr
Penerbit: Pustaka "Keluarga" Djakarta
Terbit: 1951
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 38 hlm
Sampul: ArtPaper/Kinstruk 230 gr
Penerbit: Pustaka "Keluarga" Djakarta
Terbit: 1951
Sepatah Kata Dari Penerbit.
Maksud jang terutama dari "PUSTAKA KELUARGA", ialah hendak menerbitkan buku-buku jang berharga dan berguna bagi Ummat Indonesia seluruhnja, lebih2 bagi mereka jang masih tetap menjalakan OBOR KETlJHANAN itu didalam dadanja.
Sebagai langkah pertama, kami usahakanlah menerbitkan risalah HAMKA ini jang berisikan analyse beliau tentang PANTJASILA dan KETUHANAN JANG MAHA ESA. Kupasan jang tegas dan populer ini adalah disengadjakan unduk dapat difahami oleh seluruh lapisan rnasjarakat Indonesia.
Mudah-2 an penerbitan jang pertama ini akan mendjadi pendorong bagi kami untuk menerbitkan risalah..:2 berikutnja.
Kepada bapak M. Natsir jang telah sudi menulis kata pengantar didalam risalah ini, kami aturkan terima kasih.
Wassalam kami.
Pustaka "KELUARGA"
Djakarta, Ramadhan 1370
****
Pengantar Kata
Penerbit meminta supaja saja menulis sedikit kata-pengantar bagi risalah saudara Hamka ini.
Saudara Hamka bukan seorang jang perlu di "hantarkan" lagi.
Seorang penulis mengantar dirinja sendiri, dan dia bawa orang ketempat mana dia telah sampai.
Dalam suasana, dimana kebanjakan orang sudah mulai silau oleh 1001 sembojan dan selogan, dimana orang mulai tenggelam dalam kekaburan pengertian disegenap lapangan, sdr. Hamka dengan risalah ketjil ini mengetok pintu saudara, meminta saudara berfikir sedjenak, berhenti berkata, menghindarkan diri turut berhanjut-hanjut menurutkan ants kata2 dangkal.
Dia tahu, saudara sangat "repot".
Lantaran itu dia hanja meminta lebih kurang 20 menit dari waktu sdr. jang berharga itu.
Silakan sdr. memberi tempo jang sedikit itu ............
Saja sendiri, setelah saja memperhatikan buah kalam Hamka ini dari awal sampai achir, saja merasa diri saja: orang jang "menerima".
Saja berterima kasih.
Berdo'a:
"Allahummahdi Qaumi, Fainnahum Ia Ja'lamun".
M. Natsir
Djalan Djawa 28 - Jacatra, 12 Mei 1951
****
Pendahuluan
Pada hari Senin malam Selasa 7 dialan 8 Mel 1951, bertepatan dengan 30 Radjab 1370, di istana Negara di Djakarta telah diadakan peringatan Mi'radj Nabi Muhammad s.a.w. Dan sesudah muballigh-2 Islam, tuan-2 Sjarif Osman dan A. Gaffar Isma'il memberikan uraiannja tentang Mi'radj, maka Presiden Sukarno telah memberikan pula wediangannja, sebagaimana biasa beJiau memberikan wediangan diwaktu-waktu iang perlu kepada kaum Muslimin dan bangsa Indonesia.
Beliau djelaskan selain dari pada tjontoh2 kebesaran Pribadi Nabi Muhammad, agar kita berdjuang menegakkan Negara dalam persatuan jang kokoh dan djangan betjierai-tjerai dan djadikanlah Pantjasila mendjadi dasar perdjuangan menegakkan Negara.
Karena banjak golongan jang berdjuang hanja memakai satu sadja dari pada dasar itu, ada jang memakai dasar Ke'adilan Sosial sadja, dan mengabaikan jang lain, dan ada pula jang memakai Ketuhanan Jang Maha Esa sadja, iang mengabaikan pula jang lain.
"Rukun" pantjasila menurut keterangan beliau, serupa djuga dengan Rukun Islam, jang tidak boleh hanja dikerdjakan hanja satu rukun sadja. Sebab itu beliau serukan supaja kembali kepada PANTJASILA.
Sari pidato beliau telab disiarkan dalam surat2 kabar, telah disiarkan diradio dan telab dibawa oleb udara keseluruh dunia. Maka adalah rupanja diantara ummat Islam jang Iekas tersinggung perasaannja, menjangka bahwasanja jang disindir oleh beliau dengan, "Ketuhanan Jang Maha Esa" itu, adalah golongan kaum Muslimin. Sehingga ada jang berkata, dalam Presiden mentjari djalan jang ditengah, beliau telah "menjindir" kepada pihak kita. Dan ada diantara kawan2 itu jang meminta supaja saja sudi memberikan uraian bagaimana sesungguhnja kita ummat Islam memahamkan PANTJASILA ini.
Djahat Sangka:
Meskipun didalam politik orang disuruh berdjahat sangka, dengan dasar iang terkenal "ihtarisu bi su iz-zhanni" (berdjaga-diagalah dengan memakai djahat sangka) namun terhadap Ketuhanan Jang Maha Esa, sebab dia mendjadi pokok dan asas kehidupan dari beribu milliun ummat didunia ini, tidaklah boleh kita segera berdjahat sangka. Saja lebih tjondong kepada kesimpulan, bahwasanja jang dimaksud oleh Presiden Sukarno dengan Ketuhanan Jang Maha Esa sadja itu, bukanlah kita.
Tegasnja bukanlah kaum pergerakan Islam dan bukan Pemimpin2 Islam. Kaum pergerakan Keristenpun barangkali tidak. Kaum pergerakan Katholikpun barangkali djuga tidak. Sebab Bung Karno sebagai seorang pemimpin, pasti sudah mempeladjari aliran2 jang ada dalam masjarakat. Bung Karno sebagai seorang pemimpin, pasti sudah tabu dasar2 dari satu Idiologie dan filsafat dari Idiologie itu. Dalam bibliotheek beliau penuhlah terletak buku-buku tentang Islam dan kupasan filsafatnja. Bahkan faham beliau sendiripun tentang Islam memang ada.
Suatu pergerakan politik Islam, tidaklah semata-mata bergerak. Idiologie Islam sedjak zaman dibangunkannja oleh nabi Muhammad s.a.w. dan disambung oleh chalif-2 jang datang dibelakangnja, teori dan prakteknja, kenaikannja dan keruntuhannja dan kenaikannja kembali, tentu sudah beliau ketahui. Saja baik sangka dalam hal itu.
..........
Maksud jang terutama dari "PUSTAKA KELUARGA", ialah hendak menerbitkan buku-buku jang berharga dan berguna bagi Ummat Indonesia seluruhnja, lebih2 bagi mereka jang masih tetap menjalakan OBOR KETlJHANAN itu didalam dadanja.
Sebagai langkah pertama, kami usahakanlah menerbitkan risalah HAMKA ini jang berisikan analyse beliau tentang PANTJASILA dan KETUHANAN JANG MAHA ESA. Kupasan jang tegas dan populer ini adalah disengadjakan unduk dapat difahami oleh seluruh lapisan rnasjarakat Indonesia.
Mudah-2 an penerbitan jang pertama ini akan mendjadi pendorong bagi kami untuk menerbitkan risalah..:2 berikutnja.
Kepada bapak M. Natsir jang telah sudi menulis kata pengantar didalam risalah ini, kami aturkan terima kasih.
Wassalam kami.
Pustaka "KELUARGA"
Djakarta, Ramadhan 1370
****
Pengantar Kata
Penerbit meminta supaja saja menulis sedikit kata-pengantar bagi risalah saudara Hamka ini.
Saudara Hamka bukan seorang jang perlu di "hantarkan" lagi.
Seorang penulis mengantar dirinja sendiri, dan dia bawa orang ketempat mana dia telah sampai.
Dalam suasana, dimana kebanjakan orang sudah mulai silau oleh 1001 sembojan dan selogan, dimana orang mulai tenggelam dalam kekaburan pengertian disegenap lapangan, sdr. Hamka dengan risalah ketjil ini mengetok pintu saudara, meminta saudara berfikir sedjenak, berhenti berkata, menghindarkan diri turut berhanjut-hanjut menurutkan ants kata2 dangkal.
Dia tahu, saudara sangat "repot".
Lantaran itu dia hanja meminta lebih kurang 20 menit dari waktu sdr. jang berharga itu.
Silakan sdr. memberi tempo jang sedikit itu ............
Saja sendiri, setelah saja memperhatikan buah kalam Hamka ini dari awal sampai achir, saja merasa diri saja: orang jang "menerima".
Saja berterima kasih.
Berdo'a:
"Allahummahdi Qaumi, Fainnahum Ia Ja'lamun".
M. Natsir
Djalan Djawa 28 - Jacatra, 12 Mei 1951
****
Pendahuluan
Pada hari Senin malam Selasa 7 dialan 8 Mel 1951, bertepatan dengan 30 Radjab 1370, di istana Negara di Djakarta telah diadakan peringatan Mi'radj Nabi Muhammad s.a.w. Dan sesudah muballigh-2 Islam, tuan-2 Sjarif Osman dan A. Gaffar Isma'il memberikan uraiannja tentang Mi'radj, maka Presiden Sukarno telah memberikan pula wediangannja, sebagaimana biasa beJiau memberikan wediangan diwaktu-waktu iang perlu kepada kaum Muslimin dan bangsa Indonesia.
Beliau djelaskan selain dari pada tjontoh2 kebesaran Pribadi Nabi Muhammad, agar kita berdjuang menegakkan Negara dalam persatuan jang kokoh dan djangan betjierai-tjerai dan djadikanlah Pantjasila mendjadi dasar perdjuangan menegakkan Negara.
Karena banjak golongan jang berdjuang hanja memakai satu sadja dari pada dasar itu, ada jang memakai dasar Ke'adilan Sosial sadja, dan mengabaikan jang lain, dan ada pula jang memakai Ketuhanan Jang Maha Esa sadja, iang mengabaikan pula jang lain.
"Rukun" pantjasila menurut keterangan beliau, serupa djuga dengan Rukun Islam, jang tidak boleh hanja dikerdjakan hanja satu rukun sadja. Sebab itu beliau serukan supaja kembali kepada PANTJASILA.
Sari pidato beliau telab disiarkan dalam surat2 kabar, telah disiarkan diradio dan telab dibawa oleb udara keseluruh dunia. Maka adalah rupanja diantara ummat Islam jang Iekas tersinggung perasaannja, menjangka bahwasanja jang disindir oleh beliau dengan, "Ketuhanan Jang Maha Esa" itu, adalah golongan kaum Muslimin. Sehingga ada jang berkata, dalam Presiden mentjari djalan jang ditengah, beliau telah "menjindir" kepada pihak kita. Dan ada diantara kawan2 itu jang meminta supaja saja sudi memberikan uraian bagaimana sesungguhnja kita ummat Islam memahamkan PANTJASILA ini.
Djahat Sangka:
Meskipun didalam politik orang disuruh berdjahat sangka, dengan dasar iang terkenal "ihtarisu bi su iz-zhanni" (berdjaga-diagalah dengan memakai djahat sangka) namun terhadap Ketuhanan Jang Maha Esa, sebab dia mendjadi pokok dan asas kehidupan dari beribu milliun ummat didunia ini, tidaklah boleh kita segera berdjahat sangka. Saja lebih tjondong kepada kesimpulan, bahwasanja jang dimaksud oleh Presiden Sukarno dengan Ketuhanan Jang Maha Esa sadja itu, bukanlah kita.
Tegasnja bukanlah kaum pergerakan Islam dan bukan Pemimpin2 Islam. Kaum pergerakan Keristenpun barangkali tidak. Kaum pergerakan Katholikpun barangkali djuga tidak. Sebab Bung Karno sebagai seorang pemimpin, pasti sudah mempeladjari aliran2 jang ada dalam masjarakat. Bung Karno sebagai seorang pemimpin, pasti sudah tabu dasar2 dari satu Idiologie dan filsafat dari Idiologie itu. Dalam bibliotheek beliau penuhlah terletak buku-buku tentang Islam dan kupasan filsafatnja. Bahkan faham beliau sendiripun tentang Islam memang ada.
Suatu pergerakan politik Islam, tidaklah semata-mata bergerak. Idiologie Islam sedjak zaman dibangunkannja oleh nabi Muhammad s.a.w. dan disambung oleh chalif-2 jang datang dibelakangnja, teori dan prakteknja, kenaikannja dan keruntuhannja dan kenaikannja kembali, tentu sudah beliau ketahui. Saja baik sangka dalam hal itu.
..........
Diskusi