Kuasa penjajah, Imperialisme Belanda di Kerajaan Bone 1906-1931

Gambar Produk 1
Rp 92.000
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 156 hlm
Sampul: ArtPaper 230 gr
Keberadaan pemerintahan Hindia Belanda di Kerajaan Bone 1906 merupakan awal dari penguasaan Belanda hingga pada pemaksaaan penerapan sistem pemerintahan.

Ada beberapa hal pokok yang dijelaskan dan diuraian dalam karya ini antara lain; sistem pemerintahan yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah ekspedisi militer 1905, reaksi masyarakat dan pemerintah terutama terhadap sistem pemerintahan yang diberlakukan oleh Hindia Belanda tersebut dan seperti apa pengaruh perubahan politik pemerintahan yang diterapkan Hindia Belanda terhadap perkembangan politik pemerintahan di Kerajaan Bone.

Buku yang ditulis M. Thamrin Mattulada ini cukup komprehensif dan diharapkan dapat memperkaya khasanah pustaka sejarah pemerintahan di Kerajaan Bone dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Terlebih lagi pengkajian semacam ini juga dapat memberi pengaruh yang besar bagi perkembangan historiografi secara nasional yang selama ini ruang narasinya di dominasi oleh sejarah Jawa ataupun Sumatera.

Padahal sesungguhnya keberadaan daerah-daerah di luar Jawa, khususnya Indonesia bagian timur sangat pantas untuk juga hadir di pentas historiografi Indonesia.

Terlebih jika merujuk pada sejarah sebelum abad XVIII atau abad XIX, dimana kebanyakan peristiwa sejarah berfokus di kawasan timur, utamanya pada masa kejayaan rempah-rempah yang menjadi incaran negara-negara Eropa.

Pada masa itu wilayah perdagangan dan pelayaran di Indonesia bagian timur secara faktual menjadi sangat penting dan bahkan membawa pengaruh besar bagi jalannya sejarah nasional Indonesia pada periode selanjutnya.

Karenanya, kehadiran buku ini sangat layak diapresiasi, terutama dalam menambah referensi mengenai sejarah pemerintahan di berbagai daerah di Indonesia pada masa kekuasaan Hindia Belanda. Penerbit Pustaka Sawerigading sangat berharap buku ini hadir dan mampu mengisi ruang historigrafi yang diharapkan perlahan-lahan akan terus bertumbuh, khususnya di Sulawesi Selatan.

***

Invasi Belanda di wilayah Bone pada 1905 merupakan awal dari masuk dan berkuasanya Belanda di Kerajaan Bone. Pada masa ini juga dapat dikatakan menjadi awal dari pemerintahan dan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Sulawesi Selatan. Pemerintah Hindia Belanda datang dengan kekuatan militer dan memaksakan kerajaan-kerajaan untuk tunduk pada korte verklering (Perjanjian Pendek) yang sangat menguntungkan Pemerintah Hindia Belanda. Dengan kekuasaan yang didaparkan secara licik tersebut, Pemerintah Hindia Belanda memaksakan perubahan-perubahan, khususnya pada sistem pemerintahan. Ada beberapa perubahan yang besar yang terjadi pada masa ini. Salah satu contohnya yakni keberadaan kerajaan yang ada di wilayah ini yang dahulu merupakan kerajaan-kerajaan otonom dihapuskan dan kemudian menjadi wilayah pemerintahan dan kekuasaan langsung pemerintahan Hindia Belanda.

Dalam situasi tersebut, tentu saja semua bentuk-bentuk pemerintahan, baik yang bercorak kerajaan dan konfederasi dalam bentuk apapun ditiadakan. Semua dalam kendali langsung Pemerintah Hindia Belanda. Aturan dan peraturan yang lama digantikan dengan aturan dan peraturan yang baru berdasarkan aturan dan peraturan Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itulah, dapat dikatakan telah terjadi perubahan sistem pemerintahan yang cukup signifikan dalam bidang penataan dan pelaksanaan pemerintahan di Kerajaan Bone.

Berbagai perubahan dilakukan yang tentunya salah satu akibatnya terjadicdsxxd penjenjangan dalam kepangkatan dan perubahan beberapa jabatan yang selama ini diberlakukan di Kerajaan Bone. Tentu saja penamaan pada setiap jenjang tersebut juga telah menggunakan penamaan sistem pemerintahan Hindia Belanda. Misalnya, seperti yang diuraikan dalam buku ini, jabatan kontrolir sebagai jabatan terendah dari jenjang kepangkatan pimpinan pemerintahan Hindia Belanda pun dijabat oleh orang Belanda. Meski jabatan terendah, namun jabatan ini cukup penting, sebab menjadi barisan terdepan yang berhubungan langsung dengan pejabat pemerintah bumiputera. Dengan demikian, intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda benar-benar semakin kuat terhadap sistem pemerintahan tradisional.

Hal ini dapat dilihat dari tugas yang diberikan kepada kontrolir sebagai pelaksana dan pengawas pemerintahan Hindia Belanda ditingkat pejabat bumiputera. Pejabat inilah yang mengatur pelaksanaan aturan, peraturan dan ketentuan pemerintah. Kontrolir bahkan menguasai kas cabang pemerintahan, memimpin pasukan polisi, melakukan pengaturan pemungutan pajak, menentukan kerja wajib, melakukan pengadilan, dan lain-lain yang menyangkut pelaksanaan kekuasaan dan jalannya pemerintahan Hindia Belanda di wilayah kekuasaanya.

Sementara itu, pada jabatan bumiputera terdapat regent yang merupakan jabatan tertinggi yang menguasai sebuah wilayah administratif bernama distrik. Keberadaan regent ini berdasarkan peraturan penataan pemerintahan yang diundangkan dalam Lembaran Negara (Staatblad) 1910, di mana setiap ”cabang pemerintahan” dibagi ke dalam beberapa wilayah administrasi pemerintahan yang disebut ”distrik” (districten).

Regent inilah yang kemudian langsung berhubungan dengan pejabat pemerintah Hindia Belanda (kontrolir). Regent bertugas menerima dan melaksanakan segala aturan, peraturan dan ketentuan yang diberlakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penataan jenjang pemeritahan yang dilakukan oleh Belanda sangat jelas ingin melakukan sakralisasi terhadap dalam jenjang kepangkatan dalam sistem pemerintahan dengan bumiputera.

Kendati telah melakukan perubahan dalam sistem pemerintahan menggunakan sistem pemerintahan Belanda, namun semuanya tidak dapat berjalan dengan baik. Beberapa kendala Pemerintah Hindia Belanda dalam melakukan penataan pemerintahan nampak jelas terlihat. Karena itulah kemudian perlahan-lahan Pemerintah Belanda kembali menghidupkan sistem pemerintahaan kerajaan.

Hal ini terjadi, sebab kalangan bangsawan yang masih memiliki pengaruh besar terhadap rakyat tidak begitu senang melihat sistem pemerintahan yang diberlakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tentu saja dengan sistem tersebut, keberadaan mereka seperti dinafikan dan dianggap tidak ada lagi. Peran dan pengaruh mereka berusaha ditekan, sehingga Belanda dapat dengan mudah menguasai.

Namun hal tersebut tidak mampu bertahan lama. Upaya Pemerintah Hindia Belanda mengurangi bahkan menghapuskan pengarus bangsawan dalam masyarakat mendapat perlawanan dari kalangan bangsawan dan rakyat.

Mencermati kondisi yang terjadi di masyarakat, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya melakukan perubahan dengan mengembalikan sistem pemerintahan kerajaan sebagai salah satu langkah menyelesaikan persoalan dalam bidang pemerintahan.

Karya yang ditulis oleh saudara M. Thamrin Mattulada ini merupakan salah satu karya yang cukup penting, paling tidak menjadi salah satu referensi untuk mengetahui situasi dan kondisi pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Penulis berusaha menelisik lebih dalam bagaimana efek pemberlakuan sistem pemerintahan Hindia Belanda di Kerajaan Bone dalam kurun waktu 1906-1931. Dalam kurun waktu tersebut berbagai dinamika dalam pemberlakuan sistem pemerintahan Hindia Belanda terjadi di masyarakat, khususnya di kalangan bangsawan yang mengalami pengebirian pengaruh ke masyarakat, hingga proses pengembalian sistem pemerintahan tradisional diuraikan dalam karya ini.

Apa yang tertuang dalam buku ini sedikit banyak memberikan kita gambaran tentang situasi pemerintahan Hindia Belanda di Kerajaan Bone pada 1906-1931 dengan berbagai dinamikanya. Salah satu hal yang terpenting dalam penulisan sejarah pada dasarnya adalah terdokumentasinya berbagai data sejarah yang pernah ada. Sebab, jika upaya tersebut tidak dilakukan, maka setiap peristiwa dan tokoh akan hilang atau mungkin terlupakan begitu saja. Ingatan manusia tak akan mampu diandalkan untuk menyimpan semua peristiwa dengan baik. Kemungkinan terjadinya distorsi akan lebih besar dibanding keberadaan data yang tertulis. Dan hal itu tentu saja menjadi salah satu tugas dari seorang sejarawan.

Dalam hal kajian sejarah, upaya untuk terus menggali dan menuliskan sejarah di Sulawesi Selatan sangat penting dilakukan. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk kepentingan pengetahuan tentang masa lalu, tetapi juga agar dapat diperoleh manfaatnya secara praktis bagi umat manusia. Karya ini tentunya sangat diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan, khususnya yang berkaitan dengan sejarah keberadaan Hindia Belanda, khususnya di Kerajaan Bone.

Tentu saja, upaya yang dilakukan ini akan menjadi kekuatan besar dalam perkembangan historiografi nasional, dimana keberadaan Sulawesi Selatan masih belum tereksplorasi dengan baik. Padahal berbagai peristiwa besar sebelum abad XVIII atau abad XIX banyak terjadi di Sulawesi Selatan. Karenanya, saya berharap karya-karya semacam ini akan terus bermunculan dari berbagai penulis, khususnya para sejarawan di Sulawesi Selatan.

Makassar, November 2015

Prof. Dr. A. RASYID ASBA, M.A.

ORDER VIA CHAT

Produk : Kuasa penjajah, Imperialisme Belanda di Kerajaan Bone 1906-1931

Harga :

https://www.pustakasawerigading.com/2022/10/kuasa-penjajah-imperialisme-belanda-di.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi