Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung

Gambar Produk 1
Rp 172.500
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 250 hlm
Sampul: ArtPaper 230 gr
Tokoh Abdul Hay atau lebih dikenal dengan nama A.G.H. Hayyung merupakan tokoh penting dalam pengembangan Islam dan perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Selayar. Kehadirannya telah memberikan perubahan bagi pemahaman ke-Islaman masyarakat Selayar dan menjadi salah seorang pembangkit semangat perlawanan terhadap penjajahan.

A.G.H. Hayyung lahir dan dibesarkan di kampung Barugaiya-Selayar. Ia hidup dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis. Di masyarakat Selayar ketika itu, keluarga Hayyung dikenal sangat kaya. Karenanya, Hayyung hidup berkecukupan dalam hal materi. Keluarga Hayyung memiliki kebun kelapa yang sangat luas, tanaman yang ketika itu merupakan sumber penghidupan utama sebagian besar masyarakat, baik di daratan Pulau Selayar maupun di daerah kepulauannya.

Namun hidup dalam keluarga yang bercukupan pada masa kecilnya membuat Hayyung menjadi anak yang suka bersenang-senang. Sebagai seorang anak yang masih kecil, kenakalan Hayyung dapat dikategorikan kenakalan anak-anak. Namun orang tuanya tidak dapat menerima kenyataan Hayyung yang sudah salah pergaulan. Karenanya, pada umur 11 tahun, ia pun dititipkan pada jamaah haji yang akan berangkat ke Mekkah.

Hidup di Arab ternyata membuat perubahan hidup Hayyung sangat drastis. Perenungan Hayyung sebagai seorang kanak-kanak tentang hidup ternyata memberikan sebuah cahaya terang yang akan menuntun jalan Hayyung dalam mengarungi kehidupannya kelak..................

Buku ini merupakan salah satu referensi yang baik dan lengkap untuk memahami realitas penjajahan dan kerberadaan Islam dengan menyorot sosok ulama besar, sekaligus tokoh pejuangan kemerdekaan, khususnya di Selayar.

Buku ini memberikan banyak realitas baru, khususnya dalam melihat sosok A.G.H. Hayyung dalam pemurnian ajaran Islam dan melawan penjajah di Selayar.

***

SELAYAR SELAYANG PANDANG

Dalam melakukan gerakan pembaharuannya, A.G.H. Hayyung mengalami banyak tantangan dan rintangan. Mulai dari keterbatasan sarana dan prasarana perhubungan baik di darat maupun di laut. Perhubungan darat masih sangat terbatas pada berjalan kaki atau menunggangi kuda. Sementara untuk perhubungan antar pulau karena Selayar wilayahnya adalah kepulauan, maka harus dilakukan dengan sampan atau perahu. Kedua alat perhubungan laut ini tidak ada yang memakai mesin, tetapi masih menggunakan dayung dan atau layar.

Selain itu, tantang terbesar A.G.H. Hayyung dalam melakukan pembaharuan Islam di Selayar adalah budaya masyarakat yang sudah sangat jauh menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Takhayul, bid’ah, dan khurafat mengakar dan tumbuh subur di masyarakat. Belum lagi kalangan bangsawan yang banyak menentang gerakannya karena dianggap merusak adat dan tatanan hidup masyarakat yang sudah berlangsung sejak lama.

Dan yang tidak kalah beratnya adalah karena Selayar berada dalam kungkungan penjajah Belanda. Masyarakat hidup melarat karena dipaksa bekerja untuk kepentingan Belanda. Pemerintah Belanda menjalankan pemerintahan dengan tangan besi. Tertidas dan teraniaya sudah menjadi kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat. Setiap gerakan yang dilakukan oleh masyarakat dipantau dengan sangat ketat oleh Belanda. Apalagi kalau gerakan itu berbentuk perserikatan atau melibatkan orang banyak, seperti yang gerakan yang dilakukan oleh A.G.H. Hayyung.

Oleh sebab itu, sebelum berbicara lebih khusus tentang perjalanan hidup A.G.H. Hayyung dan pergerakannya, pada bab-bab awal buku ini akan memberikan gambaran mengenai Selayar secara umum. Mulai dari panamaan Selayar, letak geografis, alam kepercayaan, adat-istiadat, pemerintahan, dan lain-lain. Semua itu akan memberikan gambaran bagaimana tantangan dan kesulitan yang dialami A.G.H. Hayyung dalam membangun dan mengembangkan gerakannya.

1. Penamaan Selayar

Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai penamaan “Selayar”. Pendapat itu merupakan dugaan yang didasarkan pada data sejarah yang sangat terbatas yang sempat mereka baca, dan dari cerita nenek moyang yang diterima secara turun-temurun. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang mendalam dan mampu mengungkap mengenai sejarah awal keberadaan Selayar. Sumber tertulis mengenai hal itupun boleh dikata tidak ada, dan cerita rakyat yang memuat kisah tentang terbentuknya Selayar juga sangat sedikit, sehingga sulit memberikan pemahaman, bahkan menyesatkan. Ada yang mengatakan bahwa data tertulis yang pernah ada yang memuat tentang awal terbentuknya Selayar telah hilang karena terbakar. Sejumlah manuskrip yang ada, masih disimpan oleh orang perorangan dan dianggap sebagai barang keramat sehingga sulit diperoleh.

Ada yang mengemukakan bahwa Selayar berasal dari kata “salah layar”. Hal ini didasarkan pada pernyataan yang dilangsir bangsawan Ternete yang menyebutkan bahwa adik Sulthan Ternate pernah melakukan pelayaran menuju satu tujuan tertentu. Tetapi karena satu dan lain hal, mereka kehilangan arah dan terdampar di sebuah pulau yang kemudian dinamakan “Selayar”. Jika dikaji lebih jauh, penamaan ini berdasarkan data sejarah yang masih baru, karena jika penamaan Selayar didasarkan pada keterangan tersebut, berarti ia muncul dan baru dikenal sekitar abad XV. Sementara dalam kitab Kartagama Pupu XIV ditemukan bahwa nama Selayar sudah dikenal pada masa pemerintahan Majapahit pada abad XIII, yaitu sekitar dua abad sebelum pelayaran yang dilakukan oleh adik Sulthan Ternate seperti yang disebutkan di atas.

Jika pada abad XIII nama Selayar sudah dikenal di Majapahit, maka sangat mungkin nama itu sudah dikenal oleh orang luar pada abad-abad sebelumnya. Dan berdasarkan data sejarah yang ada, penamaan itu sangat mungkin diberikan oleh pelaut-pelaut Sriwijaya. Dalam catatan sejarah Cina, disebutkan bahwa pada abad VIII pelaut-pelaut Sriwijaya telah melakukan pelayaran ke wilayah bagian timur Nusantara sampai ke Irian. Seorang peziarah agama Budha yang bernama I-Tsing, pada abad VII pernah singgah dua kali di Sriwijaya dalam perjalanan ziarahnya menuju dan kembali dari India. Ia mengemukakan bahwa bahasa perantara (linguapranka) yang dipakai di kerajaan Sriwijaya pada waktu itu adalah bahasa Kwunlun dan bahasa Melayu kuno. Seandainya keterangan itu benar, menunjukkan bahwa Selayar telah menjalin hubungan pelayaran dan perdagangan internasional sejak abad VII Masehi.

Dilihat dari segi bahasa, kata “Selayar” tidak memiliki kemiripan dan ciri yang sama dengan kosakata dalam bahasa Jawa kuno atau Melayu kuno. Mungkin kata “selayar” berasal dari dua suku kata yaitu “satu layar” yang ketika kedua kata itu digabungkan menjadi “selayar”. Kata “satu layar” ini bisa saja merujuk pada jenis perahu asli masyarakat setempat yang umumnya memakai satu layar.

Kata “Selayar” sebagai sebuah nama wilayah/ daerah mulai dikenal setelah Indonesia terbentuk. Sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan Belanda yang berlangsung dari tahun 1605 sampai 1945 menyebutnya “Salaijer” atau “Salier”. Jadi pada dasarnya, kedua penamaan tersebut di atas berasal dari kata “Silajara” sebagaimana masyarakat setempat menyebutkan nama daerahnya. Kata “Silajara” oleh orang Belanda disesuaikan dengan dialeknya menjadi “Salaijer” atau “Salier”, sedangkan dalam dialek bahasa Indonesia menjadi “Selayar”. Kata “silajara” dalam bahasa setempat berasal dari dua suku kata, yaitu “si” yang berarti satu dan “lajara” yang berarti penahan angin yang bisa berarti layar pada perahu atau penutup pada bagian depan dan belakang rumah yang berbentuk segitga. Jadi “silajara” dalam hal ini dapat diartikan sebagai “satu layar”. Bagi masyarakat Selayar yang menggunakan bahasa Bonerate, menyebutkan “Selayar” dengan nama “Sileya”. Tetapi mengenai penyebutan tersebut, belum ada penelitian yang menjelaskannya.

Pulau Selayar juga dikenal dengan nama “Tana Doang”. Penamaan ini berasal dari bahasa Selayar yang terdiri dari dua suku kata, yaitu “tana” yang menunjukkan keterangan tempat yang berarti tanah, daerah, atau pulau, dan “doang” yang menunjukkan kata benda yang berarti udang, dan doa atau harapan. Jadi Tana Doang dalam pengertian yang pertama dapat diartikan sebagai “pulau yang berbentuk udang” dan dalam pengertian yang kedua dapat diartikan sebagai “pulau harapan”.

Tana Doang dalam pengertian yang kedua didukung oleh sebuah keterangan yang menyebutkan bahwa para pelaut yang berlayar dari arah barat, seperti dari Sumbawa dan Malaka menuju Selayar atau sekedar melewati Selat Selayar ke arah timur, pantang menyebut nama Selayar. Ketika pulau Selayar telah tampak oleh pandangan mata, mereka hanya boleh menyebut, “telah tampak Tana Doang”. Jika telah tampak Bira, disebutnya “doata” yang berarti doa/ harapan kita. Dalam budaya masyarakat setempat, ketika a’limbang (menyeberang) melewati Selat Selayar, biasanya mereka membuat sesajen yang disertai dengan kalomping dan telur yang diturunkan ke laut dengan harapan pelayaran mereka dapat selamat sampai di tujuan.

Kalomping adalah daun sirih yang dilipat dengan menggunakan pola tertentu. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa nama Tana Doang adalah nama gelar atau penghormatan untuk pulau Selayar. Sehubungan dengan penamaan pulau Selayar, seorang Belanda bernama N.P. Van Der Stok mengatakan, “Het eiland Salaijer, ook wel Tana Doang, Silaja endoor de inwoners gewoonlijk Salaijara genoemd”, yang secara bebas dapat diartikan sebagai, “Pulau Selayar sering juga disebut Tana Doang, Silaja dan penduduknya menyebutnya Salajara.

Dari semua keterangan tersebut di atas, ada kemungkinan bahwa nama Selayar adalah penamaan yang diberikan oleh orang-orang luar, terutama mereka yang datang dari bagian barat Nusantara. Sedangkan nama Tana Doang adalah nama yang diberikan oleh orang Selayar sendiri.

2. Letak Geografis

Selayar merupakan gugusan pulau-pulau yang terpisah dari daratan pulau Sulawesi. Terdiri dari satu pulau utama yaitu pulau Selayar dengan beberapa pulau kecil yang mengitarinya, terletak di ujung selatan semenanjung pulau Sulawesi. Pulau Selayar membujur dari Teluk Bira atau Selat Selayar sampai ke Laut Flores. Pulau Selayar sebagai pulau terbesar dari gugusan pulau-pulau itu lazim disebut Tana Doang. Secara keseluruhan, luas daratan wilayah Selayar sekitar 1.357,03 km2, dan luas wilayah laut mencapai 9.146,66 km2. Dan pulau-pulau kecil yang mengitarinya, antara lain; Pasi’ Tanete, Pasi’ Gusung, Malibu, Guang, Bahuluang, Tambolongang, Polassi’, Jampea, Lambego, Bone Rate, Pasi’ Tallu, Kakabia, Jinato, Kayuadi, Rajuni, Rajuni Bakka’, Rajuni Kiddi’, Latodo’, Latondu, dan lain-lain. Pulau-pulau kecil yang tersebut di atas semuanya sudah berpenghuni. Sementara ada beberapa pulau kecil lainnya yang belum berpenghuni sampai memasuki awal revolusi.

Secara geografis, Selayar terletak antara 5,420 – 7,350 Lintang Selatan dan 120,150 – 122,300 Bujur Timur. Berbatasan dengan Selat Bira di sebelah utara, Laut Flores di sebelah timur, Laut Flores dan Selat Makassar di sebelah barat, dan Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan. Secara keseluruhan, luas wilayah daratan Selayar mencapai 903,35 km2. Sumber lain mnyebutkan luasnya sekitar 1.188,28 km2 (5,321%), dan 21.138,41 km2 (94,68%) wilayah lautan yang diukur 3 mil keluar pada saat air surut dari pulau-pulau terluar. Tetapi sekitar tahun 2014, ada penelitian yang memperkirakan bahwa luas daratan Selayar dan wilayah Selayar secara keseluruhan, lebih besar dari data yang telah menjadi rujukan sampai saat ini. Meski belum ada penelitian yang secara khusus mengukur luasan Selayar dan menyajikannya dalam bentuk angka-angka yang jelas.

....

ORDER VIA CHAT

Produk : Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung

Harga :

https://www.pustakasawerigading.com/2022/10/selayar-dan-pergerakan-agh-hayyung.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi