Opu Daeng Risaju

Gambar Produk 1 Gambar Produk 2
Rp 287.500
Ukuran: 13,5 x 20 cm
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 520 hlm
Sampul: ArtPaper 230 gr
Dalam novel ini, kita tidak hanya disajikan tentang sosok pribadi dan sepakterjang Opu Daeng Risaju, tetapi juga terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi di Tana Luwu, sebelum dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Dan Idwar mampu meramunya dengan baik dalam novel ini.

(Andi Maradang, Datu/Raja Luwu XL)

Idwar menuliskan kisah itu dalam genre novel historical fiction. Kita tak hanya menikmati drama individu dalam konteks sosialnya. Tapi lebih dari novel biasa, kita pun belajar mengenai sepotong sejarah, kisah yang true story.

(Denny JA, Konsultan Politik/Penulis)

Membaca novel ini, kita seolah berada di sisi Opu Daeng Risaju di masa-masa hidupnya. Kita bisa merasakan bagaimana gerak perjuangannya dan bisa menyusuri gejolak batinnya. Dia perempuan berjubah besi. Tekadnya dan keyakinannya akan perjuangan yang dilalui tak pernah tergoyahkan oleh apapun. Menjadi Ketua PSII Luwu masa itu, sosok Opu Daeng Risaju sebagai seorang perempuan tentu menghadapi rintangan yang jauh lebih besar dan kompleks dibanding dengan laki-laki. Tetapi beliau tetap tegar dan selalu berpegang teguh pada keyakinannya.

(Hamdan Zoelva, Ketua Umum LT/DPP Syarikat Islam 2015-2020 dan Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015)

Kemerdekaan yang kita capai sekarang adalah hasil perjuangan panjang dari Ibu dan Bapak pendiri bangsa. Kegigihan seorang pejuang perempuan dari Sulawesi Selatan, Opu Daeng Risaju untuk melawan penjajah meskipun usianya tidak lagi muda saat itu merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua untuk terus merawat dan mengisi kemerdekaan dengan karya terbaik. Opu Daeng Risaju mengajarkan kita semua, perjuangan adalah ibu dari segala cita-cita. Berjuang untuk cita-cita, semua orang sama, tak ada perbedaan usia.

(Dr. M. Fadjroel Rachman, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi/Juru Bicara Presiden)

***

Singa Betina dari Timur
(Review Novel Sejarah Idwar Anwar: OPU DAENG RISAJU)

Oleh: Denny JA

“JIka hanya karena darah bangsawan mengalir dalam tubuhku, sehingga saya harus meninggalkan partaiku dan berhenti melakukan gerakanku (aktivitas), irislah dadaku dan keluarkanlah darah bangsawan itu dari dalam tubuhku, supaya Datu (Raja) dan Hadat tidak terhina kalau saya diperlakukan tidak sepantasnya.”

Ini cetusan sikap Famajjah (1880-1964), yang kelak dikenal dengan nama Opu Daeng Risaju. Ia wanita pertama di Indonesia yang dipenjara karena aktivitas politiknya melawan penjajah. Tahun 2006, Presiden SBY menganugrahinya pahlawan nasional.

Generasi milineal masa kini lebih mengenal RA Kartini (lahir tahun 1879) di Jawa. Atau Cut Nyak Dien (lahir tahun 1848) di Aceh.

Tapi dari timur, Sulawesi Selatan juga melahirkan singa betina: Opu Daeng Risaju. Hingga usia sepuh, ia terus berjuang, walau disiksa fisik dan batin. Walau, Ia berulang-ulang dipenjara. Walau gelar kebangsawanannya dicopot. Walau, ia harus berpisah dari suami.

Dalam usia di atas lima puluhan, ia pernah ditangkap dan dipaksa berjalan sejauh 40 kilometer, dari desa La Tonre hingga Watampone. Dalam usia tua, Ia pernah disiksa harus lari mengelilingi lapangan besar. Satu jam ia dipaksa berdiri menatap terik matahari.

Lalu di dekat telinganya, diledakkan senjata api. Ia pun terjatuh pingsan. Ketika terjaga, telinganya tuli.

Di tahun 1927, di usia 47 tahun, ia aktif di PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia) di pare-pare. Tiga tahun kemudian, di tahun 1930, dalam usia 50 tahun, Ia menjadi ketua PSII di kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Dalam kultur masyarakat era itu, ketika wanita masih menjadi warga kelas dua, Opu Daeng Risaju, tampil ke muka. Ia tak hanya aktif di ruang publik, tapi ikut pula berjuang, memberontak terhadap penjajah.

Berbagai cara dilakukan penjajah untuk menghentikan langkah Risaju. Ia dipaksa menghentikan aktivitasnya di partai. Ia disiksa agar tak lagi menghasut rakyat melawan penjajah.

Ia dipenjara. Gelar kebangsawanannya dicopot. Tapi Risaju terus menerjang. Ia terus pula berjuang walau harus berpisah dengan suami.

Ia sangat teguh dalam agama. Ujarnya, “Selama saya masih mengucapkan kalimat Syahadat, selama itu saya tidak akan keluar dari organisasi Partai Sarekat Islam Indonesia. Apa yang saya lakukan di mana-mana selama ini hanyalah perintah Tuhan, Amar Ma’ruf Nahi Munkar.”

Di tahun 1953, Ia pernah dikirim Kahar Mudzakkar ke Jawa Barat, menghadap Kartosoewirjo, pemimpin tertinggi DI/TII. Sejarah mencatat Katosoewirjo di tahun 1949, empat tahun sebelumnya, mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia.

-000-

Kita patur berterima kasih kepada Idwar Anwar. Ia menuliskan lebih detail kisah Opu Daeng Risaju dalam novel sejarah, setebal lebih dari 500 halaman.

“Mengapa bro tergerak menulis kisah Risaju, tanya saya kepada Idwar Anwar. Jawabnya: “Ini hutang kultural saya kepada Sulawesi Selatan. Juga karena saya terpana dengan kekerasan hati Opu Daeng Risaju dalam berjuang.”

Idwar menuliskan kisah itu dalam genre novel historical fiction. Kita tak hanya menikmati drama individu dalam konteks sosialnya. Tapi lebih dari novel biasa, kita pun belajar mengenai sepotong sejarah, kisah yang true story.

Memang selalu ada ketegangan dalam novel sejarah. Seberapa akurat sajian sejarahnya? Seberapa akurasi sejarah dikorbankan untuk dramatisasi? Seberapa fiksi lebih diutamakan terutama untuk merangkai peristiwa yang tak sepenuhnya terang.

Novel Idwar Anwar melengkapi novel sejarah lain yang memperkaya batin kita. Mulai dari serial Bumi Manusia Pramudya Ananta Toer. Burung-Burung Manyar YB Mangunwijaya. Rongeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Ditingkat dunia, genre novel sejarah ini dimulai oleh Sir Walter Scott. Di tahun 1817, ia menulis novel Ivanhoe. Puncak genre ini adalah karya Leo Tolstoy: War and Peace (1869). Beberapa kali saya mencoba membaca karya Leo Tolstoy. Itu novel tebal lebih dari 1000 halaman lebih. Tapi, ampun, tak pernah saya tamat membaca.

Akhirnya, saya menikmati novel itu melalui serial enam film War and Peace yang dibuat BBC (2006). Walau tak sekaya novelnya, namun saya tetap menikmati kisah cinta dalam latar perubahan sejarah Rusia.

Sayapun menikmati Novel Idwar Anwar ini, mengenal Keteguhan hati singa betina dari timur, Opu Daeng Risaju, dalam latar Indonesia yang mencari identitas.***

Agustus 2020

Link: https://www.facebook.com/322283467867809/posts/3125803600849101/?d=n

ORDER VIA CHAT

Produk : Opu Daeng Risaju

Harga :

https://www.pustakasawerigading.com/2022/10/opu-daeng-risaju.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi