Museum Batara Guru

Gambar Produk 1
Rp 97.750
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 168 hlm
Sampul: ArtPaper 230 gr
Luwu telah meninggalkan sejarah kebesaran sebuah negara lama yang sampai saat ini dapat dilihat pada beberapa naskah-naskah kuno, salah satunya yang terkenal yakni Kitab Galigo. Kitab yang dianggap oleh berbagai kalangan sebagai epos terpanjang dan terbesar di dunia ini mengisahkan tentang manusia Sulawesi Selatan, khususnya Luwu. Kitab ini bahkan telah diakui dunia dengan dianugerahkannya Memory of The World oleh UNESCO, salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Jejak sejarah atau kebesaran masa lalu sebuah negara lama memang kadang tidak mendapat perhatian dari pemerintah, bahkan oleh pemerintah tempat negara lama tersebut berada. Keberadaan negara lama tersebut, sebagian besar hanya dapat dilihat pada naskah-naskah akademik, berupa buku-buku hasil penelitian yang bersebaran dimana-mana. Hanya sebagian kecil negara lama tersebut yang masih menyisakan istana, sebagai pusat mengelola pemerintahan masa lalu. Itu pun sebagian besar dalam kondisi yang memprihatinkan.

Salah satu negara lama yang sangat besar pada masa lalu itu adalah Kerajaan Luwu. Sebuah kerajaan tertua, khususnya yang ada di Sulawesi Selatan. Kondisi istana Kerajaan Luwu juga mengalami hal yang sama, hampir tak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Kendati demikian, pihak istana Kerajaan Luwu dan beberapa pihak yang peduli, tetap mempertahankan keberadaan Istana Luwu dan terus berusaha untuk menjadikannya sebagai simbol kebesaran masa lalu Kerajaan Luwu yang diharapkan akan tetap diingat oleh setiap generasi hingga kapan pun.

Istana Luwu yang sekarang menjadi museum merupakan bangunan peninggalan Belanda. Di lokasi tersebut pernah berdiri Istana Kerajaan Luwu (LangkanaE). Namun pada perang tahun 1905, bangunan Istana Kerajaan Luwu (LangkanaE) hancur oleh serangan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Istana Kerajaan Luwu (LangkanaE) kembali dibangun di samping bangunan Belanda.

Buku ini mengurai dengan cukup detail kondisi Istana Kerajaan Luwu dalam perspektif pengembangan dan pemanfaatan Istana Luwu yang merupakan bangunan peninggalan Belanda, sebagai museum. Terlebih museum Istana Kerajaan Luwu merupakan satu-satunya museum yang berada dalam wilayah Kabupaten Luwu yang kini terbagi menjadi empat Kabupaten/Kota yakni Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo.

Mencermati pentingnya karya ini, Pustaka Sawerigading yang fokus pada penerbitan buku-buku sejarah dan budaya, sangat berkepentingan untuk menyebarluaskan informasi mengenai salah satu aset budaya bangsa yang kadang dipandang sebelah mata ini. Semoga bermanfaat.

***

Istana Datu Luwu didirikan pada tahun 1920 oleh seorang arsitek berkebangsaan Belanda bernama Obserter Nouble dengan gaya arsitektur Eropa. Istana Luwu terletak di Jalan Tenri Padang Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan yang juga merangkap sebagai museum sejarah ”Batara Guru”. Di dalamnya tersimpan benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Luwu yang pernah digunakan oleh Raja-raja Luwu, di antaranya perlengkapan upacara-upacara adat serta benda-benda pusaka lainnya Nama museum“Batara Guru” diambil dari nama tokoh legendaris masyarakat Sulawesi Selatan yang dalam epos Galigo menjadi tokoh legendaris (culture hero) maupun sebagai rujukan segenap kerabat penguasa dan kaum-kaum serta kelompok-kelompok persekutuan hidup di Sulawesi. Di dalam epos Galigo terdapat simbol-simbol dari kejadian, keadaan dan lokasinya, yang memerlukam kejelian dalam menginterpretasi dan menggunakan disiplin ilmu pengetahuan yang relevan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya bagi kelompok-kelompok Etnis Bugis-Makassar lebih merekam kehadiran Sawerigading. Hal ini tercermin nilai-nilai spiritual pemanfaatan secara maksimal dalam aksara Lontara pada Sure’ Galigo. Epos Galigo itu menjadi kekayaan yang amat besar bagi kebudayaan rohaniah masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya (Mattulada,1990: 2).

Museum merupakan tempat yang penting dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam memperkenalkan kebudayaan, khususnya budaya materi, kepada masyarakat agar mereka memahami dinamika dan keanekaragaman budaya. Pemahaman keanekaragaman budaya sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia yang bersifat multietnik ini (Hardiati, 2000: 4). Diharapkan melalui museum seluruh lapisan masyarakat dapat menghargai dan memahami budaya yang dimiliki oleh bangsanya tanpa terpengaruh oleh budaya luar. Oleh karena itu, museum haruslah benar-benar dapat dimanfaatkan dan dikelola secara optimal. Keberadaannya dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan bangsa dan negara.

Pada pertengahan pertama abad XX, ilmu pengetahuan tentang permuseuman telah mendapatkan titik tolak yang kuat setelah dinyatakan sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bertugas menentukan prinsip-prinsip, metode-metode, hasil eksperimen, untuk perolehan, penyimpanan, penggolongan, serta penilaian, atas suatu benda yang akan menjadi koleksi. Bahkan dalam perkembangannya dewasa ini, museum sudah dipelajari melalui perguruan tinggi dalam program museologi yaitu ilmu kajian tentang permuseuman.

Dalam musyawarah umum ICOM (International Council of Museums) ke - 11 pada tahun 1974 di Copenhagen, Denmark dihasilkan rumusan bahwa museum adalah lembaga yang bersifat tetap merupakan, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan untuk tujuan studi, pendidikan, dan hiburan meneliti dan hiburan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya.

Pengertian museum di Indonesia tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa museum adalah lembaga tempat menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam lingkungannya, guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa untuk kepentingan generasi yang akan datang (Peraturan Pemerintah (PP) RI No.19, 1995: 3).

Konsep pendirian museum harus memenuhi persyaratan-persyaratan dan kriteria-kriteria yang telah ditentukan dengan mengacu pada tugas, peranan dan fungsi, serta tujuan museum. Pendirian museum perlu memperhatikan faktor lokasi yang menunjang kelestarian dan keamanan koleksi, serta kenyamanan pengunjung. Untuk maksud itu perlu dipertimbangkan dengan baik kemudahan aksesibilitas dan kesehatan lingkungannya. Lokasi museum sebaiknya berada jauh dari kawasan industri yang sarat dengan polusi, daerah berlumpur, berpasir, rawa, atau lokasi yang diketahui mengandung banyak rayap. Selain itu, perlu juga diperhatikan masalah suhu dan kelembaban udara demi mencegah kerusakan koleksi (Arbi, 2002: 32).

Keberadaan Museum Sejarah Batara Guru yang akan diuraikan dalam buku ini perlu diberdayakan pemanfaatannya semaksimal mungkin. Sehingga fungsinya sebagai museum dapat tecapai sebagaimana yang dikehendaki. Bila fungsi museum tercapai, maka masyarakat Luwu tentunya dapat mengetahui dan memahami kebudayaan yang berkembang di daerahnya.

Dalam seminar Potensi Permuseuman di Indonesia tahun 2008 hasil kerja sama FSRD ITB dengan Japan Foundation 12 April 2008, seorang pemateri Philip Grange mengatakan bahwa “salah satu persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan museum adalah rendahnya minat kunjungan warga dan sebagian pengunjung datang karena paksaan, termasuk dalam kelompok ini adalah murid–murid sekolah yang mengikuti program study tour.

Kondisi fisik bangunan dan pengelolaan Museum Sejarah Batara Guru yang ada di Palopo masih kurang representatif. Padahal bangunan tersebut merupakan bekas bangunan yang pernah memiliki peranan penting dalam sejarah perjuangan dan pernah didiami oleh Andi Jemma, seorang tokoh nasional yang pernah mempunyai peranan penting dalam sejarah perjuangan di Sulawesi Selatan, khususnya di Luwu. Dari segi arsitekturnya, Museum Batara Guru tidak mengacu pada fungsi arsitektur sebuah museum, walaupun gedung ini pernah memiliki arti penting bagi sejarah perjuangan. Dari segi teknis penataan dalam ruang pameran yang berkorelasi erat dengan peristiwa dan sudah menjadi fakta sejarah, dirasakan adanya lompatan-lompatan peristiwa. Salah satu sebabnya tidak tersedianya data yang cukup untuk merekonstruksi peristiwa tersebut.

Belum dimanfaatkannya dengan baik gedung Istana Datu Luwu menjadi Museum Batara Guru selama ini, dilatarbelakangi kondisi gedung dan dukungan data yang kurang memadai. Hal ini mengakibatkan fungsi dan peranannya sebagai sebuah museum belum optimal. Masalah tersebut harus segera diatasi dengan melakukan berbagai pembenahan dan mencari solusi penyelesainnya. Penyelesaian masalah harus dilakukan secara menyeluruh, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal harus melakukan pembinaan dan peningkatan aspek-aspkek teknis, sedangkan secara eksternal harus melakukan komunikasi dengan berbagai stake holders dan masyarakat.

Pengertian Museum

Kata “museum” pada masa lalu digunakan untuk menyebut sebuah kuil yang didirikan untuk para Muse. Muse sebutan untuk sembilan orang dewi yang melindungi kesejahteraan dari epik, musik, puisi cinta, oratori, sejarah, tragedi, komedi, dansa dan astronomi (Edson dalam Junus, 2008: 20). Jadi, pada awalnya museum dikenal sebagai sebuah tempat untuk mempresentasikan kebudayaan yang hidup di masyarakat.

Museum sudah mulai dikenal abad ke-3 SM di kota Alexandria, Italia. Didirikan oleh Ptolemaios I dan berfungsi sebagai pusat penelitian dan pendidikan kebudayaan (Arbi, 2002: 21). Semenjak itu banyak museum mulai didirikan diwilayah untuk menyimpan koleksi benda-benda kuno, benda seni, dan naskah. Peran para antikuarian (pengumpul benda seni dan barang antik) membawa pengaruh terhadap munculnya museum-museum ini dikemudian hari. Selain sebagai ilmuwan, para antikuarian ada yang berasal dari kalangan pedagang, seniman, pencinta seni, dan anggota masyarakat yang kagum pada sejarah ( Arbi, 200: 21).

Pada awalnya pengelolaan museum masih menaruh yang besar pada koleksinya. Akan tetapi, pada era tahun 1970-an terjadi perubahan besar dalam dunia permuseuman di Eropa dan Amerika yang kemudian mempengaruhi pengelolaan museum di seluruh dunia. Tuntutan publik dan tekanan ekonomi mendorong para profesional untuk mengubah perhatian mereka tidak lagi tertuju kepada koleksi melainkan pengunjung. Pengelolaan museum pun kemudian berubah menjadi lembaga (institusi) yang profesional di dalam menyampaikan informasi, menyediakan pendidikan berkelanjutan, dan menyusun standar-standar baru cara kerja museum (Tanudirjo, 2007: 17). Museum sudah menjadi tempat penyimpanan informasi untuk disajikan kepada masyarakat sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Perhatian secara Internasional terhadap museum dimulai sejak tahun 1946 dengan didirikannya The Internasional Council of Museum (ICOM), yaitu suatu badan kerjasama profesional dibidang permuseuman yang didirikan oleh kalangan profesi permuseuman dari seluruh dunia. Organisasi ini membuat pedoman-pedoman yang yang berkaitan dengan museum dan mengadakan pertemuan museum untuk membahas masalah untuk mengembangkan museum. ICOM juga melaksanakan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya museum.

Organisasi ini juga memberikan batasan pengertian tentang museum yang kemudian menjadi pedoman dari museum di seluruh dunia. Batasan pengertian museum menurut ICOM (International Council of Museum) pada intinya menyatakan bahwa museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, memiliki tugas untuk mengumpulkan, merawat, mengkomunikasikan, dan memamerkan bukti-bukti material manusia dan lingkungannya untuk tujuan-tujuan studi/pendidikan, penelitian dan kesenangan, benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya (Sutaarga, 1991: 3).

Pengertian ini dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995, Bab I, Pasal I yang menyatakan bahwa museum adalah lembaga tempat menyimpan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan berbagai benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam lingkungannya guna upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992/1993: 3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan, dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian, museum memiliki dua fungsi besar yaitu sebagai tempat pelestarian dan pemanfaatan berbagai informasi benda budaya, sejarah, dan alam.

Selain itu, museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya tulis seorang sarjana, ini terjadi pada Zaman Ensiklopedis, Zaman sesudah renaissance di Eropa Barat ditandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia. (Departemen Pendidikan Nasional, 2000: 4).

Beberapa pengertian museum, baik yang dikemukakan secara pribadi maupun secara kelembagaan memiliki kesamaan pemahaman secara substansial. Rumusan museum menurut George Borwn tahun 1895 menyatakan museum merupakan satu lembaga untuk melestarikan benda-benda secara baik, dan menggambarkan gejala alam dan beberapa karya manusia, serta kegunaan mereka untuk meningkatkan pengetahuan dan untuk kebudayaan dan pendidikan masyarakat (Museum Sumatera Barat, 1985/1986: 4), sedangkan Perkumpulan Museum Amerika memberikan pengertian bahawa museum adalah lembaga permanen yang tidak mencari untung dan terorganisasikan, secara esensial bersifat edukatif dan estetik dalam kandungan isi, dengan staf yang profesional, yang memiliki dan memakai benda-benda nyata, menjaga benda-benda itu dan memamerkan kepada umum pada jadwal yang tetap (Museum Sumatera Barat, 1985/1986: 5)

Hal senada dikemukakan secara tegas Dewan Museum Internasioanl versi konsep baru pada tahun 1973 yang memerikan definis bahwa museum adalah lembaga yang tidak mencari untung, dalam upaya melayani masyarakat, yang mencari, merawat, dan mengkomunikasikan, dan hiburan, materi kesaksian evolusi alam dan manusia (Museum Sumtra Barat, 1985/1986: 7)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka secara substansial museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda materil hasil karya manusia serta alam dan lingkungannya. Museum sebagai wadah penyelamatan warisan budaya bangsa yang bertugas mengumpulkan, mengawetkan, memelihara serta memamerkan kepada masyarakat tentang segala hasil karya manusia dan alam lingkungannya, juga merupakan sarana pendidikan dan komunikasi. Museum menjadi institusi publik di bidang pendidikan, kebudayaan dan pariwisata perlu dikembangkan demi pelestarian warisan sejarah, alam dan budaya, maka penyelenggara dan pengelolanya harus memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2008: 133). Bahkan menurut UNESCO bahwa museum dalam jenis apa pun mempunyai tujuan yang sama, baik untuk keperluan studi, pelestarian dan pemajangan benda-benda yang bernilai budaya yang secara keseluruhan adalah untuk maksud komunikasi (Museum Sumatera Barat, 1985/1986: 7).

Melalui museum, masyarakat dapat mengenal kembali sejarah alam, sejarah ilmu pengetahuan dan sejarah kebudayaan masa lalu melalui koleksi-koleksi yang dimilikinya. Koleksi museum adalah benda-benda materil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya, yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pariwisata. Koleksi-koleksi yang terdapat di museum, seperti koleksi geologika, biologika, etnografika, historika, arkeologika, filologika, seni rupa, dll.

Pada dasarnya mengunjungi museum akan mendapatkan pengalaman dan media pembelajaran yang menghasilkan makna–makna dengan melalui berbagai proses pengamatan dalam melihat dan menyaksikan pameran dari benda–benda koleksi museum beserta penjelasannya. Bilamana tujuan dari pengunjung tersebut tidak terpenuhi, maka museum dapat dikategorikan tidak memenuhi fungsinya sebagai fasilitas publik, bahkan terdapat perbedaan esensial antara pameran dalam suatu museum dengan pameran–pameran lain (Joedawinata, 2008: 16). Perbedaan ini muncul karena setiap pameran memiliki sasaran informasi dan komunikasi, isi dan misi informasi yang spesifik dan berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini pada gilirannya akan menyebabkan perbedaan media yang tepat dan efektif untuk digunakan dalam penyampaiannya.

Selanjutnya museum dapat digunakan sebagai tempat rekreasi sambil mendapatkan informasi. Terkait dengan hal ini, Daud Aris Tanudirjo (2007: 45) menyatakan bahwa di museum masyarakat dapat memperoleh tempat berekreasi sambil mendapatkan informasi mengenai ilmu pengetahuan dan kejadian-kejadian yang terdapat dalam kehidupan manusia dan lingkungannya. bahwa: ”Supaya dapat tetap menarik minat masyarakat, museum masa kini perlu menggunakan sarana-sarana yang modern seperti sound system, sarana pameran, sarana pengamanan, sarana penelitian dan sarana-sarana lain khususnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat pemakai museum”. Daud Aris Tanudirjo menambahkan bahwa : “Museum kini adalah produk modern untuk kegiatan penunjang kemajuan masyarakat. Publik atau masyarakat museum sekarang terdiri dari generasi yang ingin memahami proses kejadian maupun perkembangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya melalui informasi yang disampaikan oleh museum dan disenangi masyarakat”.

Untuk mengembangkan museum maka harus selalu dapat melayani kebutuhan masyarakat dengan cara-cara yang baik. Jika museum tidak ingin ditinggalkan oleh masyarakat, maka harus selalu dapat melayani kebutuhan masyarakat dengan cara-cara yang baik.

Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis simpulkan bahwa pemanfaatan gedung Istana Datu Luwu dalam pengembangan museum bermakna bahwa pemberian kemampuan terhadap Istana Datu Luwu sebagai lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, serta terbuka untuk umum, yang bertugas untuk mengumpulkan, merawat dan mengkomunikasikan serta memamerkan untuk tujuan pendidikan dan penikmatan benda-benda bukti keberadaan manusia dan lingkungannya.

ORDER VIA CHAT

Produk : Museum Batara Guru

Harga :

https://www.pustakasawerigading.com/2022/10/museum-batara-guru.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi