Pustakawan Membangun Desa (Seri: Kabupaten Luwu Utara)

Stok Habis
Gambar Produk 1
Stok Habis
Rp 230.000
Ukuran: 14 x 21 cm
Kertas Isi: BookPaper bw
Jumlah: 400 hlm
Sampul: ArtPaper/Kinstruk 230 gr (Finishing Spotlight)
Pustakawan Membangun Desa
Oleh: IRWAN HAMID

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa perpustakaan merupakan institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Keberadaan perpustakaan bagi masyarakat merupakan sarana yang sangat penting bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam mewujudkan visi Indonesia itu, perpustakaan menjadi salah satu wadah yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses pengetahuan dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Sehingga peran perpustakaan tentu sangat penting.
Penguasaan pengetahuan bagi rakyat Indonesia akan berguna untuk mendorong terjadinya perubahan untuk kehidupan yang lebih maju dan sejahtera menuju Indonesia EMAS 2045. Usia 100 tahun bangsa Indonesia seharusnya menjadi titik penting bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa dan negara yang maju dalam berbagai hal. Tidak lagi sebagai negara berkembang yang telah puluhan disandang.
Oleh karena itu, penguasaan pengetahuan bagi rakyat Indonesia bukan hanya mampu meningkatkan kualitas kehidupan rakyat menjadi lebih baik dan sejahtera, tetapi juga berdampak pada perkembangan pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia. Hal ini sangat memungkinkan bangsa Indonesia, bukan lagi sebagai negara konsumen, tetapi menjelma menjadi negara produsen yang mampu memproduksi pengetahuan dan teknologi untuk masa depan.
Dalam konteks ini, peran perpustakaan tentu sangat besar. Perpustakaan saat ini bukan hanya menjadi tempat untuk menyimpan dan melestarikan sumber pengetahuan, tetapi juga telah menjelma menjadi ruang kreatif untuk mengaplikasikan berbagai pengetahuan dan ilmu pengetahuan dalam upaya membangun fondasi masyarakat Indonesia yang berpengetahuan (knowledge society).
Hal ini diperkuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 2, 3 dan 4 mengenai asas, fungsi dan tujuan keberadaan perpustakaan yang menyebutkan; Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan; Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa; dan Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Membangun Perpustakaan Desa
Selain Perpustakaan Nasional RI yang berkedudukan di Jakarta, terdapat pula beberapa perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah, baik berstatus sebagai Unit Pelaksana Tugas (UPT), maupun perpustakaan yang berada di bawah naungan provinsi dan kabupaten/kota, bahkan perpustakaan di tingkat Desa/Kelurahan.
Saat ini, keberadaan perpustakaan desa menjadi hal yang sudah tidak asing ditemukan di hampir semua desa di Indonesia. Terlebih belakangan ini pemerintah tengah menggalakkan pentingnya literasi untuk masyarakat hingga ke tingkat desa untuk terus meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia.
Apa yang dilakukan pemerintah tentu untuk menjangkau semaksimal mungkin layanan perpustakaan bagi masyarakat. Kendati dunia informasi semakin maju dengan banyaknya buku-buku digital, akan tetapi keberadaan perpustakaan terus berbenah dan terus beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Perpustakaan digital pun muncul untuk mengisi kekurangan bahan bacaan fisik yang ada di perpustakaan-perpustakaan, termasuk perpustakaan desa. Jika dikelola dengan baik, kehadiran perpustakaan desa sesungguhnya dapat menjadi pusat ilmu serta pengetahuan bagi masyarakat desa. Dengan demikian, berkat pengetahuan yang diperoleh, diharapkan masyarakat akan mampu meningkatkan kesejahteraan, seperti yang tertuang dalam Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.
Kehadiran perpustakaan di setiap desa menjadi keharusan bagi setiap pemerintah kabupaten/kota. Dengan keberadaan perpustakaan ini, penduduk dapat memperoleh informasi dengan murah dan cepat. Perpustakaan desa harus mampu menyediakan berbagai macam buku pengetahuan untuk masyarakat desa dan dapat diakses dengan mudah dan cepat serta gratis.
Hal ini tentu akan meningkatkan kemampuan yang dimiliki masyarakat desa dalam berbagai hal, misalnya petani dapat dengan mudah mendapatkan pengetahuan tentang pertanian dari perpustakaan. Adanya buku-buku, utamanya yang terkait dengan sumber pendapatan masyarakat desa, tentunya dapat meningkatkan produktivitasnya.
Keberadaan perpustakaan desa dapat menjadi pusat pendidikan untuk masyarakat desa, utamanya bagi anak-anak yang belum mengenyam pendidikan dasar atau yang putus sekolah. Perpustakaan desa dapat menjadi tempat belajar untuk masyarakat agar mereka mampu menambah wawasan dan cakrawala berpikir.
Selain itu, perpustakaan juga dapat menjadi tempat hiburan dan tempat silaturahmi pengetahuan antara masyarakat. Tentu tidak semua desa memiliki tempat hiburan bagi masyarakatnya. Sehingga perpustakaan desa dapat dijadikan sebagai tempat hiburan yang positif bagi masyarakat.
Meski demikian, tidak mudah untuk membangun perpustakaan desa. Selain membutuhkan dana yang besar dalam pembangunan fisik, juga harus mengeluarkan biaya untuk pengadaan buku, rak, dan pengelola perpustakaan desa.
Sampai saat ini, pembangunan perpustakaan yang terpisah dengan bangunan/kantor desa masih sulit dilakukan. Sebagian perpustakaan desa masih berada di dalam ruangan kantor desa, bahkan hanya ditempatkan di sudut-sudut ruangan. Itu pun dengan kondisi rak dan buku-buku yang terlihat seperti tak terurus, bahkan ada yang sudah hancur.
Kondisi ini cukup memprihatinkan. Terlebih di tengah-tengah gencarnya pemerintah mencanangkan program perpustakaan berbasis inklusi sosial. Selain kondisi keuangan daerah yang tidak memungkinkan, atau tidak memprioritaskan keberadaan perpustakaan desa, sumber anggaran dari pusat (Perpusnas) pun masih belum mampu menjangkau keseluruhan desa.
Lalu bagaimana dengan Dana Desa, apakah bisa digunakan untuk membangun Perpustakaan Desa?
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa PDTT No. 11 Tahun 2019, disebutkan bahwa dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat tiap tahunnya ke rekening kas desa dapat dialokasikan untuk pembangunan perpustakaan desa dan pengadaan bahan baca. Terlebih perpustakaan desa memiliki peran strategis untuk mengembangkan minat baca dan pengembangan literasi masyarakat desa.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
Dalam daftar Kegiatan Prioritas Bidang Pembangunan Desa disebutkan bahwa Dana Desa dapat digunakan untuk Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana pendidikan dan kebudayaan antara lain: bangunan perpustakaan Desa.
Dana Desa juga dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pendidikan bagi anak-anak, antara lain: Perpustakaan Desa, fasilitas belajar tambahan bagi remaja, buku bacaan, peralatan olah raga. Bahkan Dana Desa dapat digunakan membiayai pelatihan bagi warga Desa yang akan bekerja di luar negeri, termasuk keberadaan perpustakaan Desa yang dilengkapi dengan komputer laptop, komputer desktop dan jaringan internet.
Bahkan program untuk perpustakaan desa melalui Dana Desa setiap tahun selalu masuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa. Dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 pun dimasukkan sebagai program prioritas.
Disebutkan dalam poin C, bahwa Program Prioritas Nasional Sesuai Kewenangan Desa Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa, salah satunya meliputi, peningkatan kualitas sumber daya manusia warga desa antara lain: pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana atau prasarana perpustakaan desa/taman bacaan masyarakat, termasuk pengadaan buku dan bahan bacaan lainnya; dan memberikan bantuan biaya operasional penyelenggaraan perpustakaan desa/taman bacaan masyarakat, pendidikan anak usia dini, dan taman belajar keagamaan.
Jika dibandingkan di kota yang banyak tersedia bahan bacaan, di desa sangat jauh berbeda terkait akses untuk mendapatkan buku terbatas. Karenanya, keberadaan perpustakaan desa sangat diperlukan. Keberadaan perpustakaan desa dapat dimanfaatkan masyarakat dalam mengembangkan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan.
Mengacu pada Indeks Desa Membangun (IDM), saat ini terdapat sebanyak 31.410 Perpustakaan Desa dari 83 794 desa/kelurahan di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022. Berdasarkan data ini jumlah perpustakaan desa yang ada belum setengah dari total jumlah desa yang ada di Indonesia. Belum lagi jika dicermati lebih dalam terkait standar perpustakaan desa berdasarkan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Perpustakaan Desa/Kelurahan, masih jauh dari standar.
Oleh sebab itu, selain dana dari daerah, keberadaan Dana Desa penting untuk dipertimbangkan sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam membangun perpustakaan desa yang memenuhi standar kelayakan. Sebab bagaimana pun, keberadaan perpustakaan desa sangat dibutuhkan dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa kehadiran perpustakaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perpustakaan merupakan wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain itu, perpustakaan hadir sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional dan sebagai wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa. Karenanya, dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
Melalui paradigma baru yakni perpustakaan berbasis inklusi sosial, perpustakaan kini bukan lagi tempat menyimpan, meminjam dan membaca buku, akan tetapi telah menjelma menjadi salah satu garda terdepan dalam mencerdaskan anak bangsa. Sehingga kehadiran pustakawan/pengelola perpustakaan yang memiliki kemampuan yang mumpuni, baik dari segi pengetahuan, maupun kreativitas dalam mengelola perpustakaan akan sangat menunjang berkembangnya perpustakaan sebagai salah satu sarana mencerdaskan masyarakat Indonesia, utamanya di desa-desa.
Melalui Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial akan dapat peningkatan peran dan fungsi Perpustakaan melalui pelibatan masyarakat sebagai wahana belajar sepanjang hayat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pengguna Perpustakaan.
Karenanya, Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional ini melibatkan pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, kelurahan ini untuk mengembangkan fungsi dan peran perpustakaan dalam memberikan pelayanan sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna Perpustakaan.
Bahkan pemerintah secara serius melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Perpustakaan Nasional RI telah menetapkan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. Hal ini menjadikan perpustakaan sebagai salah satu program prioritas nasional percepatan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Dasar pemikiran ini, sebab perpustakaan dianggap mampu menjadi salah satu lembaga yang dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya akses informasi dari buku dan internet yang dimiliki oleh perpustakaan, disediakannya ruang belajar dan berkegiatan bagi masyarakat, serta adanya pendampingan yang diberikan oleh pustakawan, sehingga, mampu mendorong terciptanya masyarakat yang lebih sejahtera menjadi hal yang harus dimiliki perpustakaan untuk dapat berperan mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial tidak hanya untuk mempertahankan eksistensi perpustakaan saja di tengah-tengah gempuran obesitas informasi, tetapi juga menjadi salah satu bentuk sokongan perpustakaan untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s). Hal ini juga sejalan dengan seruan International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) yang meminta kepada semua pihak untuk menjadikan perpustakaan di setiap bagian dunia menjadi mitra dalam rencana pembangunan nasional dan daerah di setiap negara. Selain itu, IFLA juga menyerukan dan mendorong agar perpustakaan masuk dalam rencana pembangunan nasional untuk SDGs (Sumekar, 2016).
Seruan IFLA tersebut menjadikan perpustakaan memegang peranan penting untuk dapat aktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ketersediaan akses layanan informasi, sebagai pusat belajar dan berkegiatan masyarakat. Dengan demikian, perpustakaan benar-benar dapat hadir dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya masyarakat desa terpencil dan masyarakat miskin yang tentunya mengalami kesulitan dalam mengakses informasi yang mudah dan murah dengan baik.
Adanya model transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial ini menjadi salah satu pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan. Melalui pengembangan perpustakaan yang lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat, diharapkan nantinya perpustakaan, khususnya perpustakaan desa dapat berperan aktif dalam mewujudkan program pembangunan berkelanjutan melaui pemberdayaan masyarakat menuju Indonesia EMAS 2045.
Melalui perpustakaan berbasis inklusi sosial ini, berbagai program pembangunan pemerintah berkelanjutan tidak hanya dapat dirasakan masyarakat perkotaan, tetapi telah dirasakan pula di desa. Bahkan pembangunan berkelanjutan saat ini lebih banyak diprioritaskan bagi masyarakat pedesaan.
Upaya pemerintah melalui Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dengan adanya dana desa yang salah satu prioritasnya yakni perpustakaan desa ini membuat pembangunan berkelanjutan mulai merata hingga ke pelosok pedesaan. Pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur) hingga sumber daya manusia untuk pemberdayaan masyarakat terus ditingkatkan oleh pemerintah desa bersama masyarakat.
Oleh karena itu, hal ini sejalan dengan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang diprogramkan Bappenas dan Perpustakaan Nasional RI yang berfokus pada perpustakaan yang berada di daerah ataupun desa. Sebab perpustakaan desa didirikan dan berada di tengah-tengah masyarakat desa, dimana tujuannya supaya mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat desa. Dengan demikian, masyarakat desa lebih mudah dalam mengakses informasi. Bahkan koleksi, layanan dan kegiatan yang disediakan di setiap desa disesuaikan dengan ciri khas masyarakat desa tersebut.
Bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa anggaran yang ada pada program pembangunan desa juga harus digunakan untuk membangun perpustakaan desa. Hal ini harus dilakukan agar masyarakat desa semakin gemar membaca, sehingga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Kuwado, 2017).

Pustakawan Membangun Desa
Keberadaan perpustakaan desa tentu tidak terlepas dari Pustakawan atau Pengelola Perpustakaan Desa. Keduanya saling membutuhkan dan saling terikat satu dengan yang lainnya. Karenanya, selain keberadaan perpustakaan yang baik, harus juga didukung oleh pustakawan/pengelola perpustakaan yang baik.
Dengan paradigma baru yakni perpustakaan berbasis inklusi sosial, perpustakaan kini bukan lagi tempat menyimpan, meminjam dan membaca buku, akan tetapi telah menjelma menjadi salah satu garda terdepan dalam mencerdaskan anak bangsa. Sehingga kehadiran pustakawan/pengelola perpustakaan yang memiliki kemampuan yang mumpuni, baik dari segi pengetahuan, maupun kreativitas dalam mengelola perpustakaan akan sangat menunjang berkembangnya perpustakaan sebagai salah satu sarana mencerdaskan masyarakat Indonesia, utamanya di desa-desa.
Terlebih dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 disebutkan dalam lampiran poin C, bahwa Program Prioritas Nasional Sesuai Kewenangan Desa Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa, salah satunya meliputi, peningkatan kualitas sumber daya manusia warga desa antara lain: pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana atau prasarana perpustakaan desa/taman bacaan masyarakat, termasuk pengadaan buku dan bahan bacaan lainnya; dan memberikan bantuan biaya operasional penyelenggaraan perpustakaan desa/taman bacaan masyarakat, pendidikan anak usia dini, dan taman belajar keagamaan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, tentunya keberadaan pustakawan/pengelola perpustakaan desa termasuk salah satu prioritas untuk mendapat perhatian. Bukankan tujuan utama pembentukan Perpustakaan Desa adalah sebagai satu sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan membaca guna mencerdaskan kehidupan masyarakat desa.
Karenanya, salah satu keberhasilan suatu perpustakaan desa dapat diukur berdasarkan tinggi rendahnya kemampuan perpustakaan tersebut dalam melaksanakan fungsinya sebagai pusat kegiatan belajar yang mandiri, serta sebagai pusat pelayanan informasi dan rekreasi masyarakat. Dengan demikian, perpustakaan desa akan terorganisir dengan baik, apabila dikelola oleh pustakawan atau pengelola perpustakaan yang memiliki kemampuan yang baik.
Selain lokasi perpustakaan, koleksi buku, dan fasilitas lainnya yang mendukung proses pembelajaran di perpustakaan, faktor lain yang mempengaruhi ramai atau tidaknya sebuah perpustakaan desa juga terkait kualitas pelayanannya. Karenanya, pustakawan/pengelola perpustakaan desa harus mengerti dengan baik seluk beluk perpustakaan dan memiliki pemikiran kreatif, sehingga nantinya mampu menghidupkan perpustakaan desa dengan berbagai kegiatan yang sejalan dengan maksud dan tujuan pembuatan perpustakaan desa.
Hal yang penting selain kemampuan pustakawan/pengelola perpustakaan desa adalah semangat yang besar untuk mengelola perpustakaan. Memiliki semangat dan pengabdian yang luar biasa untuk mewujudkan asas, fungsi dan tujuan keberadaan perpustakaan; Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan; Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa; dan Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Banyak yang memiliki ilmu, namun semangat untuk menjalankan tugasnya tidak begitu besar. Terlebih jika insentif yang diterima sangat minim. Tentu tidak mudah menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pustakawan/pengelola perpustakaan, khususnya di desa.
Oleh sebab itu, dalam konteks perpustakaan desa, tidaklah salah jika disebut bahwa seorang pustakawan/pengelola perpustakaan desa menjadi salah satu garda terdepan dalam membangun desa. Seorang pustakawan/pengelola perpustakaan desa memiliki peran penting dalam upaya mencerdaskan anak bangsa dari desa.
Mencerdaskan anak bangsa, tidak lagi harus selalu berpusat di kota, seperti yang selama ini terjadi. Bahkan semua pembangunan berpusat di kota, sehingga masyarakat yang ingin mencari ilmu atau untuk berkarier harus selalu berpikir untuk ke kota. Sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi terbaik semuanya ada di kota, sehingga jika seseorang ingin melanjutkan pendidikan, atau bahkan untuk menambah pengetahuan haruslah ke kota.
Kehadiran perpustakaan desa yang dikelola dengan baik oleh seorang pustakawan/pengelola perpustakaan desa, tentu akan menjadi alternatif terbaik bagi peningkatan kapasitas masyarakat dalam berbagai hal. Karenanya, pustakawan/pengelola perpustakaan desa seharusnya menjadi salah satu garda terdepan dalam mencerdaskan anak bangsa dari desa. Dan untuk itu, selain keberadaan perpustakaan yang sesuai standar, pustakawan/pengelola perpustakaan desa juga harus mendapat perhatian yang baik dari pemerintah.

Kesimpulan
Perpustakaan desa merupakan lembaga yang dimiliki oleh masyarakat desa sebagai wahana atau media, untuk mendukung dan meningkatkan kegiatan pendidikan yang ada di masyarakat pedesaan. Dengan demikian, perpustakaan desa memiliki manfaat yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan, antara lain ikut aktif dalam mencerdaskan anak bangsa, memberdayakan masyarakat, dan mendukung kegiatan pendidikan bertaraf nasional.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 2, 3 dan 4 mengenai asas, fungsi dan tujuan keberadaan perpustakaan yang menyebutkan; Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan; Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa; dan Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai Standar Nasional Perpustakaan Desa/Kelurahan yang ditetapkan melalui Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 6 Tahun 2017 3. Peraturan ini menetapkan standar nasional perpustakaan desa/kelurahan yang harus dipenuhi oleh perpustakaan desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Meski demikian, sampai saat ini perpustakaan desa menghadapi beberapa tantangan. Antara lain: keberadaan perpustakaan yang belum dikenal luas, kondisi perpustakaan yang serba terbatas, pengelolaan perpustakaan yang belum optimal, akses informasi yang relatif sulit, cara memanfaatkan dan kegunaannya yang belum efektif dan pembinaan perpustakaan desa yang belum diselenggarakan dengan baik.
Dalam rangka mengatasi tantangan tersebut, pemerintah dapat memberikan dukungan finansial dan teknis kepada perpustakaan desa, baik melalui bantuan pemerintah daerah maupun melalui pemerintah pusat. Misalnya, dana desa atau melalui APBD yang diperuntukkan bukan hanya untuk perpustakaan, tetapi juga bagi kesejahteraan pustakawan/pengelola perpustakaan desa. Pemerintah juga dapat memberikan pelatihan kepada tenaga kerja perpustakaan desa agar dapat menjalankan program-program perpustakaan dengan lebih efektif dan kreatif.
Perpustakaan desa memiliki manfaat yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan. Akan tetapi, berbagai tantangan seperti kurangnya dana dan tenaga kerja terampil masih menjadi masalah dalam menjalankan program-program perpustakaan desa. Oleh karenanya, realisasi dukungan dari pemerintah sangatlah penting dalam menjaga keberlangsungan perpustakaan desa.

ORDER VIA CHAT

Produk : Pustakawan Membangun Desa (Seri: Kabupaten Luwu Utara)

Harga :

https://www.pustakasawerigading.com/2023/11/stok-habis-rp215.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi